MERAWAT BUMI LESTARIKAN TRADISI

Abstract

Bali dikenal sebagai pulau dengan sejuta varian ritual keagamaan yang dikenal dengan “Yadnya”, korban suci, dipersembahkan kepada “Hyang” yang dilandasi rasa tulus ikhlas sebagai wujud rasa terimakasih diberikan perlindungan atas kehidupan yang berlangsung dari generasi ke generasi. Tumpek Bubuh, atau tumpek uye, ada juga yang menyebut dengan istilah tumpek pengatag, adalah salah satu wujud bhakti dan pemuliaan atas tumbuh-tumbuhan dan tanaman yang tidak hanya berdimensi duniawi sebagai tempat berteduh (green belt), tetapi secara spiritual menjadi sandaran kehidupan merawat bumi, mengantisipasi perubahan iklim (climate change). Melestarikan tradisi dengan tanaman upakara adalah wujud nyata umat Hindu Bali menjaga bumi melestarikan tradisi. Oleh karena itu, agar kelestarian Bali tetap terjaga di setiap kebun/ladang umat Hindu Bali, paling tidak kita temukan tanaman-tanaman seperti: pisang (Musa sp), kelapa (Cocos nucifera L), kangkung (Codiaeum variegatum BI), kamboja (Plumeria acuminate Roxb), bayam duri (Gomphreana globosa L), daun ketapang (Cordyline fruticosa Backer), cemara udang (Pandamus amaryllifollus Roxb), kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinansis L), pinang (Areca cathecu L), sirih (Piper betle L). IKIP Saraswati Tabanan dalam pelaksanaan program pengabdian kepada masyarakat berupaya menginspirasi para pemuda di Desa Adat Megati tentang pentingnya tanaman upakara ini serta secara langsung melakukan penanaman tanaman upakara di lokasi yang telah ditentukan. Melalui Program ini diharapkan lahan di wilayah desa adat Megati ditumbuhi dengan berbagai jenis tanaman upakara serta adanya kesadaran para warganya untuk secara aktif menanam tanaman upakara serta menginspirasi yang lainnya untuk berkontribusi aktif melestarikan tanaman upakara yang semakin langka